KONSEPSI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
pertolongan kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul: “ Konsepsi Kurikulum Pendidikan Persfektif Islam ”.
Makalah ini kami susun sebagai salah satu
syarat untuk kenaikan pangkat golongan dari III/c ke III/d, makalah ini
uraiannya membahas kurikulum secara Makro (teori dan konsep-konsep kurikulum), Meso (kurikulum yang berkembang di Indonesia),
dan membahas konsep kurikulum tersebut dalam persfektif Islam.
Dengan segala keterbatasan, tentu makalah ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu, sumbang saran dan kritik yang membangun kami
harapkan untuk perbaikan ke depannya.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya,
kepada Ibu Sri Rahayu, S.Pd, MM selaku Kepala Sekolah, yang telah
memberikan motivasi dan bimbingannya. Sehingga penulis mendapatkan pencerahan
yang mendalam khususnya tentang materi ini. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………...
A. Latar Belakang Masalah………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….1
C. Tujuan…………………………………………………………2
BAB
II PEMBAHASAN…………………………………………………..3
A. Hakikat Kurikulum Kependidikan……………...……………3
1.
Pengertian Kurikulum…………………………………..3
2.
Konsep Kurikulum……………………………………...5
3.
Asas-Asas Kurikulum …………………………………5
4.
Prinsip-Prinsip Kurikulum……………………………..7
5.
Komponen-Komponen
Kurikulum……………………..7
B.
Sejarah
Perkembangan Kurikulum di Indonesia…………….8
1.
Periode Sebelum
Kemerdekaan (Kurikulum SD)……...9
2.
Periode Setelah
Kemerdekaan (Orde Lama)……………10
3.
Periode orde baru
(1965) ……………………………….11
4.
Periode Reformasi ………………………………………15
5.
Mengenal Kurikulum
2013………………………………16
C.
Kurikulum
Persefektif Islam………………………………….18
BAB
III SIMPULAN……………………………………………………….
19
DAFTAR
PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sangat cepat, membawa dampak terhadap berbagai perubahan
aspek kehidupan. Seiring dengan kemajuan, sistem pendidikan menuntut untuk
memenuhi faktor kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Salah satunya
adalah perubahan dalam kurikulum.
Kurikulum dapat dipahami
sebagai alat sentral bagi keberhasilan pendidikan. Peran ini menjadi kunci
untuk menentukan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan
macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut
rencana dan pelaksanakan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah,
wilayah maupun nasional.
Pengembangan kurikulum
merupakan keniscayaan bagi institusi pendidikan agar proses dan hasil
pendidikan tidak menyimpang dengan harapan dan mampu menjawab tuntutan
masyarakat. Untuk mewujudkannya, pemangku kepentingan pendidikan harus
mematangkan kurikulum sedemikian rupa sejak perencanaan, implementasi hingga
evaluasi.
Pada tahap perencanaan,
pembuat kurikulum menetapkan keputusan yang ideal bagi guru dan peserta didik.
Sementara bagaimana mengejawantahkan perencanaan kurikulum dalam tataran
operasional, merupakan titik tekan tahap implementasi kurikulum. Sejauh mana
hasil-hasil pembelajaran dan ketercapaian program-program yang direncanakan
merupakan sasaran tahap evaluasi.
B.
Rumusan Masalah
Dari paparan di atas penulis
ingin menguraikan dan menggali hal-hal esensial mengenai konsep-konsep kurikulum
kependidikan secara makro dan meso masalah yang akan dibahas adalah:
1.
Hakikat kurikulum kependidikan
2.
Sejarah pengembangan kurikulum di Indonesia
3.
Kurikulum Perspektif Islam
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Menguraikan Hakikat Kurikulum Kependidikan
2.
Mengetahui Sejarah Pengembangan Kurikulum di Indonesia
3.
Kurikulum Perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Kurikulum Kependidikan
1.
Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, istilah
kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani yaitu curir
yang arinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”.
Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik
pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Perancis, istilah kurikulum
berasal dari kata Courier yang berarti berlari (to run).
Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari
garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali
atau penghargaan.
Secara terminologis, istilah kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk
memperoleh ijazah[1]. Menurut Robert S. Zais (1976), seperti di kutif oleh Nana Syaodih
Sukmadinata, kurikulum adalah”… a racecourse of subject matters to be
mastered”[2]. Banyak guru kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar
bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus kurikulum diartikan hanya
sebagai isi pelajaran.
Pendapat yang muncul selanjutnya, memberikan tekanan pada pengalaman
belajar. Menurut Caswel dan Campbell (1935), kurikulum adalah…to be
composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
Lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974), bahwa Apa yang dimaksud
dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah
mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di
sekolah, di rumah ataupun di masyarakat bersama guru atau tanpa guru, berkenaan
langsung dengan pelajaran ataupun tidak[3].
Beberapa ahli memandang, kurikulum sebagai rencana pendidikan atau
pengajaran. Menurut Mac Donald (1965), system persekolahan terbentuk atas
empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran dan kurikulum. Mengajar
(teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh
guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa
sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru.
Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan
terjadinya interaksi belajar – mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum
(curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam
proses kegiatan belajar mengajar.
Selanjutnya, penulis tertarik dengan
apa yang disampaikan oleh Mochtar Buchori yang mengatakan bahwa,”Kurikulum sebagai blue
print (cetak biru), sebagai suatu penggambaran terhadap sosok manusia yang
diharapkan akan tumbuh setelah menjalani semua proses pendidikan, pengajaran
dan pelatihan yang digariskan dalam kurikulum. Ibarat suatu proses pendirian
bangunan kurikulum merupakan sketsa awal yang menggambarkan bangunan tersebut
akan didirikan dalam bentuk model yang telah dibayangkan dan diinginkan oleh
pemiliknya. Adapun kuatnya suatu bangunan, bagusnya suatu model yang telah
digambarkan sebelumnya sangat bergantung kepada kecanggihan para tukang yang
menggarap bangunan tersebut, termasuk juga mutu meteri yang digunakan untuk
mendirikan bangunan itu. Para tukang ini sebagai pendidik, sedangkan materi
bangunan ialah seluruh bahan yang digunakan untuk melaksanakan proses
pendidikan terhadap siswa yang sedang menjalani proses pertumbuhan menjadi
sosok manusia ideal yang dicita-citakan. Dengan demikian, kurikulum bukanlah
satu-satunya faktor penentu yang mendukung lahirnya jati diri seseorang di
masyarakat di kemudian hari. Meskipun begitu, kurikulum menjadi perangkat yang
strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku
individu masyarakat”[4].
Untuk menegaskan, penulis mengambil definisi pengerian kurikulum menurut UU
SisDiknas, sebagai berikut: “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman yang
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu”.(UU.
No. 20/2003).
2.
Konsep Kurikulum
Ada tiga konsep tentang kurikulum; kurikulum sebagai substansi, sebagai
system dan sebagai bidang studi.
Konsep pertama, Kurikulum sebagai substansi; suatu kurikulum dipandang orang sebagai
suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu
perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada
suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar
mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan
pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat
mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi ataupun
seluruh negara.
Konsep kedua,adalah kurikulum sebagai suatu system, yaitu system kurikulum.
System kurikulum merupakan bagian dari system persekolahan, system pendidikan
bahkan system masyarakat. Suatu system kurikulum mencakup struktur personalia,
dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari system kurikulum adalah
tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari system kurikulum adalah bagaimana
memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum.
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan
pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu
tentang kurikulum dan system kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan
dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru
yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum[5].
3.
Asas-Asas Kurikulum
Dalam perkembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya,
pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang. Pengembangan kurikulum pada
suatu Negara, baik di Negara berkembang (develoving countries), Negara
terbelakang ( underdeveloping countries) bisa dipastikan mempunyai
perbedaan-perbedaan yang mendasar, tetapi tetap ada persamannya. Falsafah yang
berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religious, akan memberi
warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa bersangkutan.
Begitu pula apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi bahan yang
digunakan dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut.
Selanjutnya berdasarkan referensi yang ada, penulis akan menguraikan empat asas
pengembangan kurikulum tersebut[6] :
a.
Asas Folosofis, berkaitan dengan pandangan hidup negara. Filosofis Negara
ini mengarahkan pada penentuan tujuan umum pendidikan nasional. Perbedaan
filosofis Negara atau adanya perbedaan konsistensi pengamalan nilai-nilai filosofis
akan memengaruhi filsafat pendidikan dan
filsafat kurikulum yang digunakan. Ini mengarah pada susunan mata pelajaran
yang harus dipelajari.
b.
Asas Sosiologis, berkaitan dengan system nilai, norma, adat istiadat, tata aturan masyarakat dan bernegara
berpengaruh terhadap penggunaan system kurikulum. Dalam aspek sosiologis
terdapat system politik yang berlaku, ikut menentukan apa yang harus
dipelajari, kedalaman dan keluasannya serta teknis pengembangannya[7].
c.
Asas Psikologis. Dengan demikian, ada perbedaan antara pelajaran setidaknya
tingkat kesulitan dan cakupannya, antara
jenjang pendidikan satu dengan lainnya, antara pendidikan normal dan pendidikan
luar biasa.
d.
Asas ilmu pengetahuan dan Teknologi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
akan melahirkan tuntutan untuk mempelajari IPTEK yang berkembang, yang memiliki
karakteristik tersendiri tentang cara mempelajarinya.
4.
Prinsip-Prinsip Kurikulum
Asep Herry Hernawan dkk. (2002), mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan
kurikulum, sebagaimana dikutif oleh Dr. Hamdani Hamid, M.A. sebagai berikut:
a.
Relevansi, secara internal bahwa kurikulum memiliki
relevansi di antara komponen-komponen kurikulum. Secara eksternal,
komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi (relevansi efistimologis), tuntutan dan potensi peserta didik
(relevansi psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosiologis).
b.
Fleksibilitas, pengembangan
kurikulum mengusahakan agar hasil yang diperoleh memiliki sifat luwes, lentur,
dan fleksibel dalam pelaksanaannya[8].
c.
Kontinuitas, adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertical maupun
horizontal[9].
d.
Efisiensi, mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum
dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara
optimal, cermat, dan tepat sehingga hasilnya memadai.
e.
Efektifitas,mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas
maupun kuantitas
5.
Komponen-Komponen Kurikulum
a.
Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapakan. Tujuan
pendidikan memiliki klasifikasi, mulai tujuan yang paling umum hingga tujuan
khusus yang dapat diukur, yang dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan
diklasifikiasikan menjadi empat yaitu sebagai berikut:
a)
Tujuan pendidikan nasional (TPN) adalah tujuan yang bersifat paling umum
dan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan.
b)
Tujuan institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setia
lembaga pendidikan, sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa
setelah menempuh atau menyelesaikan program di lembaga pendidikan tertentu.
c)
Tujuan kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang
studi atau mata pelajaran, sebagai kualifikasi yang harus dimiliki siswa
setelah menyelesaikan bidang studi tertentu di lembaga pendidikan.
d)
Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran (TP), kemampua yang harus
dimiliki oleh siswa setelah mempelajari materi tertentu dalam bidang studi
tertentu dalam satu kali pertemuan.
b.
Isi atau Materi pelajaran. Isi
kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa.
c.
Metode dan Strategi, meliputi
rencana, metode, dan perangkat yang direncanakan untuk mencapai tujuan
tertentu.
d.
Evaluasi, evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, tes dan non tes.
a)
Tes. Tes harus memiliki dua kriteria, yaitu kriteria validitas dan
reliabilitas. Jenis-jenis tes terdiri atas tes hasil belajar, yang dapat
dibedakan atas beberapa tes[10].
b)
Non tes. Adalah alat evaluasi yang digunakan untuk menilai aspek tingkah
laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai alat evaluasi, diantaranya
wawancara, observasi, studi kasus, skala penilaian[11].
B.
Sejarah Perkembangan Kurikulum di
Indonesia
Dalam sejarah penggunaan kurikulum di Indonesia setelah merdeka, ada
sepuluh kurikulum yang pernah dipakai, yaitu kurikulum pasca kemerdekaan 1947
(Rencana Pelajaran 1947), 1949, 1952 (Rencana Pelajaran Terurai), 1964, 1968,
1975, 1984 (CBSA), 1994 dan KBK yaqng disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), bahkan sekarang digulirkan wacana perubahan kurikulum 2013.
Pada setiap periode kurikulum yang pernah diberlakukan tersebut, model
konsep kurikulum yang digunakan, prinsip dan kebijakan pengembangan yang
digunakan, serta jumlah jenis mata pelajaran beserta kedalamannya dan
keluasannya tidak sama[12].
Perkembangan kurikulum di tanah air dapat diklasifikasikan menjadi empat
periode. Yaitu periode sebelum Kemerdekaan, periode Orde Lama, periode Orde
Baru, dan periode Reformasi.
1.
Periode Sebelum Kemerdekaan (Kurikulum SD)
Secara formal sejak zaman Belanda sudah terdapat
sekolah, dan artinya kurikulum juga sudah ada. Pada jaman Belanda, pelaksanaan
kurikulum pendidikan dan persekolahan
diwarnai oleh misi penjajahan Belanda. Misalnya, memanfaatkan pribumi untuk
mengeruk kekayaan alam seoptimal mungkin. Belanda memerlukan pegawai rendahan
yang dapat membaca dan menulis untuk keperluan tanam paksa[13]. Undang-Undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi tiga golongan,
yaitu Eropa, Timur Asing dan Bumiputra. Untuk itu didirikan pula tiga jenis
sekolah rendah bagi anak-anak berdasarkan tiga jenis penduduk tersebut, yaitu:
-
ELS (Europe Lagere School) untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan Indonesia
yang menurut undang-undang haknya disamakan.
-
HCS (Holland Chinese Shool) untuk golongan Tionghoa
-
HIS (Holland Inlendse School) untuk rakyat golongan pribumi atau bumiputra
kalangan atas.
Begitu juga pada dengan kurikulum zaman Jepang,
dapat dikatakan bahwa keberadaan atau tujuan pendidikan pada zaman ini adalah
untuk menciptakan sumber daya manusia yang dapat membantu misi penjajahan,
Jepang yang dikenal dengan Asia Timur Raya memanfaatkan pribumi untuk membantu
misinya dalam peperangan[14]. Pada masa ini, semua sekolah rendah yang bermacam-macam tingkatnya itu
dihilangkan dan diubah menjadi Sekolah Rendah untuk bangsa Indonesia yaitu
sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako (6 tahun lamanya).
2.
Periode Setelah Kemerdekaan (Orde Lama)
Y Masa setelah merdeka sampai 1952
Setelah merdeka pedoman pelaksanaan pendidikan berdasarkan UUD 1945. Atas
usul dari Badan Pekerja KNIP Desember 1945, dibentuklan Panitia Penyelidikan
Pendidikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). pada
masa pendudukan Belanda (NICA), Indonesia dibagi menjadi negera-negara bagian
(RIS). Tak ayal, perbedaan-perbedaan dalam pendidikan dari negera-negara itupun
terjadi. Setelah kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
yang diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1950, pendidikan disatukan kembali.
Keadaan ini berlangsung sampai 1952.
Y 1952-1964
Pada masa ini pendidikan di Indonesia mengalami penyempurnaan. Tujuan
pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia pada waktu itu adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pemerintah menerbitkan
Rencana Pengajaran terurai untuk Sekolah Rakyat III dan IV yang berguna untuk
guru sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar pada sekolah dasar.
Jenis-jenis pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung,
Ilmu alam, Ilmu hayat, Ilmu bumi dan sejarah[15]. Kurikulum SD dari 1952 sampai 1964 dapat dikategorikan sebagai kurikulum tradisional, yaitu separated
subject curriculum.
Menurut hemat penulis, memandang kurikulum ini sebatas kumpulan isi mata
pelajaran atau daftar materi pokok yang ditawarkan ke peserta didik dalam
menyelesaikan suatu program belajar dalam suatu pendidikan tertentu.
Pada tahun 1964, system pendidikan dinamakan Sistem Panca Wardana
atau system lima aspek perkembangan yaitu; perkembangan moral, perkembangan
intelegensi, perkembangan emosional artistic (rasa keharuan), perkembangan
keprigelan dan perkembangan jasmaniyah. Dalam pelaksanaan kurikulum terdapat petunjuk
bahwa keberadaan anak didik lebih aktif kendati masih dalam bimbingan guru.
Kurikulum 1964 ini dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.
Hal ini tampak dari kurikulum masa ini yang mengarahkan dan membekali anak
didik untuk terjun ke dunia kerja.
3.
Periode orde baru (1965)
Y Pada tahun 1968 pemerintah menerbitkan buku
Pedoman Kurikulum Sekolah Dasar yang dinamakan Kurikulum SD, sebagai reaksi
terhadap Rencana Pendidikan TK dan SD yang di dalamnya berbau politik Orla
(Orde Lama)[16]. Perubahan-perubahan terletak pada landasan pendidikannya yang berdasarkan
falsafah Negara Pancasila. Uraiannya sebagai berikut:
1.
Dasar Pendidikan Nasional
Dasar Pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila (Ketetapan MPRS
No. XXIVI/MPRS/1996 Bab II Pasal 2)
2.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional ialah membentuk manusia Pancasilais sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 (Ketetapan MPRSNo. XXIVII/Bab
II Pasal 3)
3.
Isi Pendidikan Nasional
Y Memperingati mental budi pekerti dan memperkuat
keyakinan agama
Y Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
Y Membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan
sehat (Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab IIPasal 4)
Kurikulum SD 1968 dibagi menjadi tiga kelompok
besar. Pertama;Kelompok Pembinaan Pancasila ( Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan
Olahraga), kedua;kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar (Berhitung, IPA,
Pendidikan Kesenian, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga), ketiga ;
Kelompok Kecakapan Khusus ; Kejuruan Agraria (Pertanian, Peternakan,
Perikanan), Kejuruan Teknik (Pekerjaan tangan/perbekalan), Kejuruan
Ketatalaksanaan/Jasa (Koprasi, Tabungan).
Sudah ada pedoman pada tiap
mata pelajaran agar seorang pendidik lebih aktif mendorong anak didik dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, disamping mendengarkan dan mencatatnya.
Pada kurikulum 1968 ini anak
didik telah diberikan kecakapan khusus dalam upaya memungkinkan mereka dapat
hidup berdiri sendiri di masyarakat.
Y
Kurikulum 1975-1985 (SD, SMP, SMA, SPG)
1.
Dasar (KPTD, MPR-RI No. IV/MPR/1973)
Pendidikan
Nasional berdasarkan atas Pancasila bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi
pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
2.
Tujuan Pendidikan dan Pengajaran
Tujuan
pendidikan Umum, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, Tujuan Instruksional
Umum, Tujuan Instruksional Khusus.
3.
Orientasi Pelajaran
Keseimbangan
antara kognitif, keterampilan, sikap, antara pelajaran teori dan praktik,
menunjang akan tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran.
4.
Kualifikasi Lulusan
Jelas
dan terarah pada lapangan kerja tertentu, mengandung aspek-aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.
5.
Organisasi kurikulum
Pendekatan
bidang studi program yang terdiri dari program umum, akademik/kejuruan,
pendidikan keterampilan.
6.
Pendekatan Metodologi Pengajaran
·
Pendekatan PPSI dan Model Santun Pelajaran
·
Menggunakan Konsep CBSA
·
Lengkap dengan pedoman metode, evaluasi, bimbingan administrasi dan
Supervisi
7.
Desain Kurikulum
·
Berorientasi pada tujuan
·
Efisiensi dan efektifitas
·
Relevansi dengan kebutuhan
·
Keluwesan dan keadaan
·
Pendidikan seumur hidup (Long life Education)
8.
Penilaian
Penilaian
formulatif dan sumatif (TPB, EBTA, EBTANAS)
Y Kurikulum Pendidikan dasar (1994)
1.
Tujuan, adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara
dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan menengah (PP. No. 28 Tahun 1990).
2.
Isi kurikulum, merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan dasar, wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan
pelajaran : a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan agama, c) Pendidikan kewarganegaraan, d)
Bahasa Indonesia, e) Membaca dan
menulis, f) Matematika, g) Pengantar sains dan teknologi, h)
Ilmu bumi, i) Sejarah nasional dan sejarah umum, j)
Kerajinan tangan dan kesenian, k)
Pendidikan Jasmani dan kesehatan, l)
Menggambar, m) Bahasa Inggris.
3.
Penilaian, diselenggarakan untuk memperoleh keterangan mengenai proses
belajar mengajar dan upaya pencapaian tujuan pendidikan dasar dalam rangka
pembinaan dan pengembangannya, serta untuk penentuan akriditasi satuan
pendidikan dasar yang bersangkutan.
4.
Bimbingan, diberikan oleh guru pembimbing merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan.
5.
Pengawasan, dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat dalam rangka pembinaan, pengembangan,
pelayanan, dan peningkatan mutu serta perlindungan bagi satuan pendidikan.
Dapat dipahami, Kurikulum Pendidikan Dasar pada
1994 menempatkan pengantar sains dan teknologi pada tempat yang penting bagi
anak didik untuk dipelajari, tentunya dengan tidak mengabaikan aspek-aspek yang
lain. Hal ini sebagai upaya untuk mempersiapkan anak didik memasuki era
industrialisasi pada abad ke-21 dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Kurikulum 1994 mengalami kemajuan yang berarti,
terutama dalam hal kurikulumnya yang berorientasi ke depan dan pengembangan
kepribadian anak didik dan lain-lain, serta secara kelembagaan Departemen Agama
mempunyai wewenang penuh dalam mengelola Pendidikan Dasar
4.
Periode Reformasi
Y Kurikulum KBK (2004)
Implementasi Kurikulum 2004 adalah lahirnya KBK,
yang meliputi antara lain Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), penilaian berbasis
kelas dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Kurikulum 2004 merupakan
kurikulum eksperimen yang diterapkan secara terbatas di sejumlah
sekolah/madrasah untuk eksperimen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Ketika
KBK diterapkan di beberapa sekolah/madrasah sejak 2004, kurikulum ini masih
dalam taraf uji coba (eksperimen) dan belum diterapkan dalam bentuk peraturan
pemerintah[17].
Pendekatan KBK memiliki beberapa cirri. Pertama,
menitikberatkan pada pencapaian target (attainment targets) kompetensi dari
pada penguasaan materi. Kedua, lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan
sumber daya pendidikan tersedia. Ketiga, memberikan kebebasan yang lebih luas
kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan
program sesuai dengan kebutuhan.
Y Kurikulum KTSP (2006)
Dalam pengembangan KTSP, seperti dikatakan Muhaimin (2009:6), yang dikutif
oleh Prof. Dr. Abdullah, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan KBK sebab
pendekatan pengembangan KTSP menggunakan pendekatan KBK.
Peraturan menteri Pendidikan Nasional No. 22/2006 tentang standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah memberikan kesempatahn peranan orang tua
dalam pelaksanaan kurikulum struktur pendidikan dasar dan menengah, yaitu (1)
Mata Pelajaran, (2) Muatan Lokal, (3) pengembangan diri. Komponen ke tiga
bukanlah komponen mata pelajaran yang harus diampu oleh guru. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing oleh konselor, guru dan tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk ekstrakulikuler.
Sejalan dengan otonami pendidikan dan tuntutan kemampuan daya saing dalam
kehidupan manusia, kurikulum memiliki makna yang lebih luas, yaitu apa saja
dialami anak didik atau segala upaya yang diprogamkan sekolah/madrasah dalam
membantu mengembangkan potensi anak didik melalui pengalaman belajar yang
potensial untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan hasil yang diinginkan yang
diinginkan oleh satuan pendidikan baik dilaksanakan di dalam maupun di luar
lingkungan sekolah/madrasah. Konsep tersebut berimplikasi terhadap pengembangan
model dan pendekatan kurikulum yang dilaksanakan satuan pendidikan. KTSP
merupakan suatu pilihan model kurikulum dalam upaya memenuhi tuntutan perubahan
dan perkembangan saintek, realitas pendidikan nasional dan respon terhadap
otonomi daerah. Dengan demikian KTSP merupakan kurikulum oprasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan, sedangkan
pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu dirujuk dalam
pengembangan kurikulum[18].
5.
Mengenal Kurikulum 2013
Satu hal yang melandasi terhadap lahirnya kurikulum 2013 adalah bahwasanya
telah menjadi satu tuntutan berkaitan dengan kondisi bangsa dan Negara saat
sekarang. Kurikulum 2013 merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap
kurikulum yang telah dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi, lalu
diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP)
Mengapa harus berubah? maka setidaknya ada tiga poin sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut :
a.
Kurikulum 2013 harus perlu berubah
untuk mempersiapkan generasi Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Perubahan kurikulum ini untuk
mengatasi ketertinggalan Indonesia
b.
Substansi perubahan kurikulum 2013
adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi (kompetensi inti
dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
c.
Dengan kurikulum baru diharapkan
menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan berpikir analitis.
Pada kurikulum 2006 yang di dalamnya terdapat permasalahan
di antaranya;
1.
Konten kurikulum yang masih terlalu
padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang
keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia
anak;
2.
Belum sepenuhnya berbasis kompetensi
sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional;
3.
Kompetensi belum menggambarkan
secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills
dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum;
4.
Belum peka dan tanggap terhadap
perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun
global;
5.
Standar proses pembelajaran belum
menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat
pada guru;
6.
Standar penilaian belum mengarahkan
pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas
menuntut adanya remediasi secara berkala; dan
7.
Dengan KTSP memerlukan dokumen
kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
Kurikulum 2013 menitikberatkan terhadap tujuan untuk
mendorong peserta didik, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka
peroleh setelah mereka menerima materi pelajaran. Kurikulum ini juga mempunyai objek
yang lebih menekankan kepada fenomena alam, social budaya dan kesenian.
Melalui
pendekatan itu diharapkan peserta didik memiliki kompetensi yang berimbang antara sikap, ketrampilan, dan pengetahuan disamping cara pembelajarannya yang
holistic dan menyenangkan. Mereka akan
lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Konsep
kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui
penilaian berbasis test dan portofolio saling melengkapi. Siswa tidak lagi
banyak menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains.
Salah satu isu menarik Kurikulum
2013 menyangkut penambahan jam pelajaran dan pengurangan mata pelajaran. Di SMP
misalnya dalam struktur KTSP terdapat 12 dan dalam Kurikulum 2013 tinggal 10
mata pelajaran; terjadi pengurangan 2 mata pelajaran, termasuk TIK[19]. Sementara jumlah jam pelajaran
ditambah 6 jam setiap minggu.
Di SD, dalam struktur Kurikulum 2013 hanya
ada 6 dari semula 10 mata pelajaran; artinya terjadi pengurangan 4 mata
pelajaran, termasuk IPA dan IPS. Argumentasinya IPA dan IPS akan diintegrasi dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia, matematika dan pendidikan
kewarganegaraan.
Sementara jumlah jam pelajarannya justru bertambah 4 jam setiap minggu.
C.
Kurikulum
Persfektif Islam
Penulis mengawali pembahasan Kurikulum Persfektif Al-Qur’an dari rumusan
Tujuan Pendidikan Nasional.
F Sebagaimana kita ketahui, bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah: Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab” (UU No. 20 Tahun 2003).
Rumusan tujuan pendidikan Islam sangat relevan dengan rumusan tujuan
pendidikan nasional. Menurut M. Arifin (1993: 237) yang dikutif oleh Prof. Dr.
H. Abdullah, menyatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan Islam adalah “Merealisasikan
manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang mampu
mengabdikan dirinya kepada sang Khalik dengan sikap dan kepribadian bulat
menyerahkan diri kepadaNya dalam segala aspek kehidupan dalam rangka mencari
keridhaanNya”[20]
Sedangkan menurut Prof. Ahmad Tafsir, tujuan pendidikan menurut Islam
adalah “Terwujudnya muslim yang kaffah, yaitu muslim yang jasmaninya sehat
serta kuat, akalnya cerdas serta pandai, hatinya dipenuhi iman kepada Allah”.[21]
F Dalam desain kurikulum dapat ditafsirkan
secara luas kurikulum berisi materi untuk pendidikan seumur hidup (long life
education), sesuai dengan hadits “ Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang kubur”
F Adanya perubahan dan perkembangan kurikulum pada
dasarnya merupakan suatu upaya mengantisipasi perkembangan masyarakat.
Orientasi kurikulum pendidikan Islam perlu pengembangan yang bersifat inovatif
(inovatif learning), bukan semata-mata melestarikan yang ada (maintenance
learning)tidak pasif serta dogmatis. Hal ini relevan dengan harapan Ali Bin Abi
Thalib: “ didiklah anak-anak kalian tidak seperti yang dididikkan kepada
kalian, oleh karena ia diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan
generasi zaman kalian”.
BAB III
SIMPULAN
1.
Kurikulum dapat didefenisikan secara sempit dan luas. Secara sempit,
kurikulum mempunyai arti sejumlah mata pelajaran dan rencana pembelajaran, sedangkan
secara luas, kurikulum merupakan pengalaman siswa, guru, dan semua yang
ikut melaksanakan pendidikan, baik yang diperoleh di dalam kelas maupun di luar
kelas.
2.
Adanya perubahan dan perkembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu
upaya mengantisipasi perkembangan masyarakat. Perubahan tersebut merupakan
konsekwensi logis dari terjadinya perubahan system politik, social budaya,
ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
3.
Kurikulum Pendidikan Indonesia sejak tahun 1945 dalam sejarahnya telah
mengalami beberapa perubahan yaitu:
1)
1947 (Rencana Pelajaran 1947); Rencana Pelajaran, dirinci dalam Rencana
Pelajaran terurai
2)
1952 (Rencana Pelajaran Terurai 1952); dikategorikan sebagai kurikulum tradisional, yaitu separated
subject curriculum.
Menurut hemat penulis, memandang kurikulum ini sebatas kumpulan isi mata
pelajaran atau daftar materi pokok yang ditawarkan ke peserta didik dalam
menyelesaikan suatu program belajar dalam suatu pendidikan tertentu
3)
Kurikulum 1964(Rencana Pendidikan Sekolah dasar); Correlated Curriculum.
Hal ini tampak dari kurikulum masa ini yang mengarahkan dan membekali anak
didik untuk terjun ke dunia kerja.
4)
Kurikulum 1968 (Kurikulum Sekolah Dasar); Sudah ada pedoman pada tiap
mata pelajaran agar seorang pendidik lebih aktif mendorong anak didik dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, disamping mendengarkan dan
mencatatnya.Pada kurikulum ini anak didik telah diberikan kecakapan khusus
dalam upaya memungkinkan mereka dapat hidup berdiri sendiri di masyarakat. (membentuk
manusia Pancasilais sejati)
5)
Kurikulum 1975 ; Kurikulum Sekolah dasar
6)
Kurikulum 1984 (CBSA) ; menekankan pentingnya cara belajar siswa aktif.
Evaluasi ; (TPB, EBTA, EBTANAS)
7)
Kurikulum 1994 : Dapat dipahami,
Kurikulum Pendidikan Dasar pada 1994 menempatkan pengantar sains dan teknologi
pada tempat yang penting bagi anak didik untuk dipelajari, tentunya dengan
tidak mengabaikan aspek-aspek yang lain. Hal ini sebagai upaya untuk
mempersiapkan anak didik memasuki era industrialisasi pada abad ke-21 dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia.
8)
Kurikulum 1997 ; Revisi kurikulum
1994
9)
Kurikulum 2004 (KBK) : Pendekatan
KBK memiliki beberapa cirri. Pertama, menitikberatkan pada pencapaian target
(attainment targets) kompetensi dari pada penguasaan materi. Kedua, lebih
mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan tersedia. Ketiga,
memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan
untuk mengembangkan dan melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan.
10) Kurikulum 2006 (KTSP) : KTSP merupakan suatu pilihan model kurikulum dalam upaya
memenuhi tuntutan perubahan dan perkembangan saintek, realitas pendidikan
nasional dan respon terhadap otonomi daerah. Dengan demikian KTSP merupakan
kurikulum oprasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan, sedangkan pemerintah pusat hanya memberi rambu-rambu yang perlu
dirujuk dalam pengembangan kurikulum.
11) Kurikulum 2013; penyederhanaan dan penyempurnaan
dari KTSP
4.
Adanya korelasi kurikulum yang diberlakukan di Indonesia dengan ajaran
Agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zainal Arifin, Konsep & Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
2.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktek,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
3.
UU. No. 20/2003.
4.
Abdullah Idi, M.Ed, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Jogjakarta,
Ar-Ruzz Media, 2011
5.
Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung, CV.
Pustaka Setia, 2012
6.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami,
Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012, Hal.63.
7.
Makalah, Manajemen Kurikulum (mata kuliah Manajemen Pendidikan),
Syaikhudin dkk, 2013
[1]. Zainal Arifin, Konsep & Model Pengembangan
Kurikulum, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011 , hal. 2- 3
[2]. Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
kurikulum teori dan praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, hal. 4 (Kurikulum
merupakan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh
siswa)
[3] Ibid, hal. 4
[4] Dipublikasikan Oleh: M.
Asrori Ardiansyah, M.Pd, Pendidik di Malang
[5] Opcit, hal. 27
[6] Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011, Hal.87-113
[7] Contoh, ketika system politik Negara
menggunakan system sentralistik
pengembangan kurikulum didominasi oleh pemerintah pusat.kurang atau
bahkan mungkin tidak melibatkan pemerintah daerah atau guru. Akan tetapi, ketika
system politik berubah menjadi desentralisasi, kebijakan kurikulumpun berubah,
yang tadinya terpusat sebagian didesentralisasikan ke daerah (pemerintah daerah
dan sekolah, guru)
Contoh lain,
terdapat perbedaan kurikulum, jenis, dan jumlah dan jumlah mata pelajaran
antara Negara yang demokratis dan bukan demokratis, bahkan sesama Negara
demokratispun masih terdapat variabilitas.
[8] memungkinkan terjadinya penyesuaian berdasarkan
situasi dan kondisi, tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan
dan latar belakang peserta didik.
[9] Pengalaman yang disediakan kurikulum harus
memerhatikan kesinambungan, baik di
dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, antar jenjang pendidikan, maupun
antar jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
[10] Berdasarkan jumlah peserta, tes
hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individu. Dilihat
dari cara penyusunannya, dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan tes
standar.
[11] Wawancara adalah komunikasi langsung antara
yang diwawancarai dan yang mewawancarai. Observasi adalah tekniki penilaian
dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu. Studi kasus
dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara kontinu. Skala penilaian atau disebut rating
scalemerupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah
disusun dari ujung negatif hingga dengan ujung positif, sehingga pada skala
tersebut evaluator akan membubuhi tanda ceklist.
[12] Dr. Hamdani Hamid, M.A. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2012, Hal. 73
[13] Pelajaran yang diprogramkan adalah
berhitung, menulis dan membaca bahasa pengantarnya adalah Bahasa Melayu dan
Bahasa Belanda.
[14] Anak didik harus mengikuti latihan militer
di sekolah, pelajaran olah raga sangat penting karenanya anak didik harus
mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk kepantingan pertahanan. Anak didik
disuruh menanam pohon jarak untuk membuat miyak demi kepentingan perang. Bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.
[15] Dalam satu tahun terdapat 8 bulan waktu untuk belajar
dan tiap mata pelajaran diuraikan menjadi delapan bagian untuk masing-masing
kelas. Pendidik dalam tiap kelas sudah memiliki pedoman mengenai hal-hal yang
perlu diajarkan berdasarkan waktu yang telah ditentukan (delapan bulan)
tersebut.
[16] didasarkan pada pertimbangan politik. Di dalam
hal ini adalah pergantian kurikulum pendidikan dari Kurikulum 1964 yang
dianggap sebagai produk Orde Lama dengan segala kekurangannya menjadi Kurikulum
1968 sebagai produk Orde Baru dengan segala kelebihannya saat itu.
[17] Pemerintah tetap menghargai terhadap
sekolah/madrasah yang telah melaksanakan eksperimen KBK tersebut sehingga di
dalam peraturan menteri Pendidikan Nasional RI No. 20/2005 tentang Ujian
Nasional ajaran 2005/2006 (pasal8) dinyatakan bahwa: “ Bahan Ujian Nasional
disusun berdasarkan kurikulum 1994 atau Standar Kompetensi Kelulusan Kurikulum 2004”. Dengan kata lain, satuan
pendidikan dapat memilih di antara kedua kurikulum tersebut.
[18] Yaitu 1) UU No. 20/2003 ttg SPN, 2) PP No.
19/2005 ttg SNP, 3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/2006 ttg SI,
4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23/2006 ttg SKL, 5) Panduan dari
BNSP
[19] Argumentasi-nya, nanti TIK bukan mata pelajaran
tetapi menjadi sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran.
[20] Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011, Hal. 61-62
[21] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
Islami, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012, Hal.63.